16 Maret 2025

Kesabaran

Oleh Seha (Tim redaksi)

CIBIRU - "Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar." (Q.S. Al-Baqarah: 153)

Ayat ini mengingatkan kita bahwa kesabaran bukan sekadar menahan diri dari amarah atau keluhan, tetapi sebuah perjalanan spiritual yang mempertemukan kita dengan pertolongan Allah. Sabar adalah keteguhan hati, keikhlasan dalam menerima takdir, serta keyakinan bahwa setiap ujian membawa hikmah yang belum tentu langsung terlihat.

Khatam

Oleh Bah Asmul (Tim redaksi)

CIBIRU - Di Pondok Pesantren Mahasiswa Universal Al-Islamy (PPMU), Cibiru, Kota Bandung, Ramadan bukan hanya tentang ibadah pribadi, tetapi juga perjalanan kebersamaan yang erat. Tahun ini, PPMU turut serta dalam Indonesia Khataman Al-Qur’an yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia. Dalam lantunan ayat-ayat suci yang menggema dari pesantren hingga ke pelosok negeri, ada keteguhan, ada doa yang mengalir, dan ada kesabaran yang menempa jiwa.

Menjejak

Oleh Bah Asmul (Tim redaksi)

Menulis itu spt kehidupan—sebuah perjalanan panjang yg indah, penuh tantangan, dan sarat makna. Spt matahari yg tak pernah absen menyapa pagi, kita pun hrs tetap menggerakkan jemari, merangkai kata, dan menabur inspirasi. Ada hari² di mana semangat berkobar, ide mengalir deras spt sungai di musim hujan. Namun, ada pula saat di mana jari-jemari terasa berat, seolah kehilangan arah. Tetapi ingatlah, menulis adalah latihan keabadian, sebuah jejak yg akan selalu menghidupkan pikiran dan perasaan kita di masa depan.

15 Maret 2025

Produktivitas

Oleh Seha, Alif, Aang, Salman & Ismail (Tim redaksi)

CIBIRU – Ramadan tiba, membawa keheningan yang berbeda di Pondok Pesantren Mahasiswa Universal (PPMU). Subuh menyapa dengan lantunan doa, malam dihidupkan oleh tarawih dan tadarus, sementara di antara waktu-waktu itu, ada perjuangan yang tak kalah besar: menjaga produktivitas akademik di tengah berpuasa.

Kebersamaan

Oleh Naila dkk (Tim Redaksi)

CIBIRU – Ramadan di Pondok Pesantren Mahasiswa Universal (PPMU) selalu menghadirkan suasana yang berbeda. Dalam keheningan subuh, dalam gemerlap lampu-lampu kecil saat sahur, dan dalam lantunan doa selepas tarawih, ada cerita yang terus tumbuh: kisah kebersamaan.

Di pesantren ini, para santri datang dari berbagai daerah dengan latar budaya yang beragam. Namun, dalam satu atap, mereka melebur dalam satu ikatan: puasa yang menyatukan, kebersamaan yang menguatkan.

Menulis

CIBIRU – Sabtu pagi, 15 Maret 2025, aula Majelis Baru, Pondok Pesantren Mahasiswa Universal Al-Islamy (PPMU), berubah menjadi ruang penuh ide. Kelas menulis pagi itu, dipandu oleh sosok yang dikenal dg sebutan: Bah Asmul.

Dalam Kelas Menulis bareng Bah Asmul  para santri belajar bareng menulis artikel jurnal ilmiah. Mereka tidak hanya diajarkan teori, tetapi juga praktik langsung dalam simulasi meneliti dan menulis. Menulis, bagi Bah Asmul, bukan hanya keterampilan, tetapi jalan untuk memahami dunia, merapikan pikiran, dan mengabadikan ilmu.

14 Maret 2025

Kemuliaan

Oleh Aang (Tim redaksi) 

Cipadung - Di bawah langit Ramadan yang bersih, di mana bintang-bintang berkelip seolah ikut bertasbih, santri-santri Pondok Pesantren Mahasiswa Universal (PPMU) berkumpul di Majelis Baru. Suasana malam itu terasa begitu khidmat, dihiasi lantunan ayat suci Al-Qur’an yang mengalun lembut sebelum kultum dimulai. Malam itu, Kamis, 13 Maret 2025, setelah salat Isya, seorang pengajar muda yang karismatik, Kang Seha, berdiri di hadapan para santri. Wajahnya berseri dalam balutan busana putih yang rapi, mencerminkan keteduhan ilmu yang akan ia bagikan. Dengan suara yang penuh ketenangan, ia memulai ceramahnya yang bertajuk Menyambut Lailatul Qadar.

13 Maret 2025

Harta

Oleh Bah Asmul (Tim redaksi)

Cipadung - Pada malam yg penuh keberkahan, Kamis (13/3/25), setelah deretan rakaat tarawih terjalin dg doa dan penghambaan, Dr. KH. Tatang Astarudin, Ketua Dewan Pengasuh Pesantren Mahasiswa Universal Al-Islamy (PPMU), Kota Bandung, duduk di hadapan para santri. Suaranya tenang, namun menembus hati. Malam itu, ia membahas ttg harta: sesuatu yg menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia, tp sering kali menjadi ujian terbesar.

Perjalanan

Oleh Alif (Tim redaksi)

Cipadung - Malam itu lebih hangat dari biasanya. Udara yang berat seolah menekan dada, menyisakan debar halus di setiap hembusan napas. Beberapa santri mengusap peluh di kening mereka, namun tak satu pun beranjak. Mereka tetap duduk bersila di lantai masjid, mata tertuju ke mimbar, menanti kultum sebelum tarawih.

Lampu-lampu masjid memantulkan cahaya lembut pada wajah-wajah yang lelah setelah seharian berpuasa, namun sorot mata mereka tetap penuh semangat. Di tengah keheningan, langkah Teh Alfi Santi terdengar mendekati mimbar. Dengan senyum teduh, ia menyapu pandangan ke seluruh ruangan, memastikan setiap pasang mata menatapnya dengan penuh perhatian. Lalu, dengan suara yang tenang namun menggugah, ia membuka kultumnya dengan sebuah pertanyaan yang menyentuh relung hati: Apa yang sebenarnya kita cari dari puasa?

Ilmu

Oleh Gina (Tim redaksi)

Cipadung - Ramadan malam ke-11, 11 Maret 2025. Majelis Baru, sebutan untuk aula utama Pondok Pesantren Mahasiswa Universal Al-Islamy (PPMU), dipenuhi cahaya lampu temaram, yang menciptakan suasana yang tenang dan penuh makna. Para mahasantri duduk bersila, kitab terbuka di hadapan mereka, menunggu wejangan dari Ustadz Ahmad Nurun. Malam itu, ia membahas kitab Minhajul Muta'allim, mengulas betapa ilmu adalah warisan paling berharga dari para nabi.

Dengan suara yang mantap, Ustadz Memed, panggilan akrab Ahmad Nurun membuka pengajian, "Ilmu harus lebih diutamakan dibandingkan harta. Ilmu akan menjaga pemiliknya, sementara harta sebaliknya—pemiliknya yang harus repot menjaganya." Para mahasantri menyimak dengan saksama. Mereka paham, inilah ajaran yang lebih dari sekadar teori. Ini adalah pesan yang harus mereka resapi dan jalani.

10 Maret 2025

Refleksi

Oleh Novia (Tim redaksi)

Pada malam yang hangat, lantunan shalawat terdengar merdu dari pengeras suara Pondok Pesantren Universal Al-Islamy (PPMU). Lantunan sholawat penuh spirit ini mengawali ceramah sebelum shalat Tarawih malam kesepuluh Ramadan. Suasana dipenuhi kegembiraan dan antisipasi, terutama dengan kehadiran penceramah, Nurmalik Aziz.

09 Maret 2025

Tempa

Oleh Bah Asmul (Tim redaksi)

Ramadan adalah bulan cahaya. Tapi, bukankah aneh jika justru di bulan ini, kita sering merasa lbh lelah, lbh lapar, dan mungkin lbh emosional? Seolah² kegelapan justru menyelimuti hati kita. Namun, spt malam yg paling gelap sebelum fajar, sering kali di titik terendah itulah cahaya Allah bersinar.

Di hari ke-9 Ramadan ini, mari kita renungkan: sudah sejauh mana hati kita menyerap cahaya ibadah? Puasa bukan cuma menahan lapar & haus, tapi jg ttg melatih diri utk melihat sesuatu dg lebih jernih. Betapa sering kita lbh cepat menilai kesalahan orang lain daripada mengintrospeksi diri sendiri? Betapa mudahnya kita meminta pengertian dari orang lain, tp sulit memberi maaf kepada mereka?

08 Maret 2025

Rahmat

 Oleh Fina Rahmat Indira (Tim redaksi) 

Cipadung - Angin malam berembus lembut, membawa kesejukan yang menyelinap di antara bangunan Pondok Pesantren Mahasiswa Universal Al-Islamy (PPMU). Lampu-lampu di beranda menerangi pekarangan dengan cahaya redup yang menambah kesyahduan suasana. Dari kejauhan, langkah-langkah para santri terdengar lirih, seakan mengikuti irama hati yang rindu akan perjumpaan dengan ilmu dan kedekatan kepada-Nya.

Malam itu bukan sekadar malam biasa. Ia adalah bagian dari sepuluh malam pertama Ramadhan—hari-hari di mana rahmat Allah mengalir tanpa batas, menyentuh setiap hati yang mengetuk pintu-Nya.

Estafeta

Oleh Nurul Hasanah (Tim redaksi)

Dalam balutan semangat kebersamaan dan cita-cita besar, Pondok Pesantren Mahasiswa Universal Al-Islamy (PPMU) melantik Dewan Santri periode 2025-2026 pada Kamis (06/03/2025) di Majelis Baru, sebutan untuk aula pesantren. Pelantikan ini bukan cuma seremoni, melainkan estafeta, sesuatu yang menggambarkan peralihan tugas, amanah, atau tanggung jawab Dewan Santri dari angkatan sebelumnya kepada angkatan berikutnya.

07 Maret 2025

Syukur

Oleh Bah Asmul (Tim redaksi)

Saat azan Maghrib berkumandang, tubuh yang seharian menahan lapar dan dahaga seolah mendapat hadiah dari langit. Seteguk air mengalir ke tenggorokan, menghadirkan kesejukan yang tak tergambarkan. Sepotong kurma, yang sederhana namun manis, menjadi pengingat bahwa nikmat terkadang terletak pada hal-hal kecil. Setiap suapan makanan terasa lebih berarti, bukan sekadar mengenyangkan, tetapi juga menyadarkan betapa luar biasanya rezeki yang diberikan Allah.

Ketujuh

Oleh Bah Asmul (Tim Redaksi)

Malam ini, kita telah sampai di malam ke-7 Ramadan. Sepekan sudah kita berpuasa, mengendalikan hawa nafsu, menata hati & mendekatkan diri kepada Allah. Namun, pertanyaannya: adakah cahaya Ramadan ini mulai menerangi jiwa kita? Ataukah kita masih berjalan dalam gelapnya kebiasaan lama?

Ramadan adalah madrasah, tempat kita menempa diri dalam sabar, ikhlas, dan kesadaran spiritual. Namun, di luar sana, dunia pendidikan kita menghadapi tantangan besar. Ilmu semakin mudah diakses, namun adab justru semakin luntur. Generasi muda disuguhi teknologi canggih, namun minim bimbingan moral. Pendidikan tidak cuma mengisi kepala dengan angka & teori, melainkan menanamkan kebijaksanaan & akhlak. Bagaimana mungkin ilmu bermanfaat jika ia terpisah dari iman?

06 Maret 2025

Hangat

Oleh Rika (Tim Redaksi)

Hujan malam seringkali membawa suasana sendu. Bagi sebagian santri, gemerciknya yang tiada henti bisa menjadi alasan untuk tetap berdiam di kamar, membungkus diri dalam selimut, menikmati kehangatan yang sederhana. Namun, di bulan Ramadan yang istimewa, hujan bukanlah penghalang. Santri Universal tetap melangkah ke masjid, menembus dinginnya malam demi merasakan indahnya kebersamaan dalam salat Tarawih. 

Di antara sejuknya angin yang berembus, Kang Farhat berdiri di mimbar, menyampaikan kultum penuh makna. Kamis (6/3/25) malam itu, ia berbicara tentang betapa hangatnya persahabatan sejati, sebagaimana dicontohkan oleh para sahabat Nabi—mereka yang mencintai Rasulullah dengan segenap jiwa.

"Sekecil apa pun iman dalam hati seseorang, Allah akan membalasnya dengan surga seluas sepuluh kali dunia," kata Kang Farhat, mengutip sabda Rasulullah.

Amanah

 Oleh Nurul Hasanah (Tim Redaksi)

Cipadung - Di tengah derasnya arus kehidupan modern yang serba cepat dan kompetitif, nilai-nilai moral dan integritas sering kali terpinggirkan. Jabatan, kekuasaan, dan harta menjadi tujuan utama, sementara amanah—nilai luhur yang menjadi fondasi kepercayaan—sering kali dikesampingkan demi ambisi pribadi. Padahal, amanah adalah cermin integritas seseorang. Ia bukan sekadar nilai moral, tetapi juga kunci utama menuju keberhasilan dan keberkahan hidup.

Dalam kajian subuh di Pondok Pesantren Mahasiswa Universal Al-Islamy (PPMU), Cipadung, Kota Bandung, Ust. Ahmad Nurun mengupas makna mendalam dari fadhilah amanah sebagaimana tertuang dalam Kitab Washoya Al-Aba’ lil Abna’. Menurutnya, amanah adalah perhiasan paling indah yang bisa dimiliki manusia. Sebaliknya, khianat adalah kehinaan yang merusak harga diri dan meruntuhkan kepercayaan. Bahkan, dalam ajaran Islam, khianat merupakan salah satu ciri orang munafik, yakni ketika diberi amanah, ia berkhianat.

Hati

Oleh Nurul Hasanah (Tim Redaksi)

Cipadung - Bulan Ramadan bukan sekadar tentang menahan lapar dan dahaga. Ia adalah perjalanan sunyi menuju pengendalian diri, ujian kesabaran, serta kesempatan untuk membersihkan hati dari segala noda. Setiap tahunnya, umat Muslim di seluruh dunia menyambut bulan suci ini dengan harapan menjadi pribadi yang lebih baik, lebih dekat kepada Sang Pencipta.

Namun, di balik keberkahan yang melimpah, ada jebakan yang kerap membuat banyak orang merugi tanpa disadari. Sebab, sejatinya, puasa bukan hanya tentang tidak makan dan minum dari fajar hingga magrib. Ia juga tentang menjaga lisan dari perkataan sia-sia, menahan amarah, serta membersihkan hati dari prasangka buruk.

05 Maret 2025

Muamalah

oleh Muhamad Seha (Tim Redaksi)

Cipadung - Fajar menyingsing, menyentuh bumi dengan jemari cahaya yang lembut, membangunkan alam dengan bisikan ketenangan. Para santri Pondok Pesantren Mahasiswa Universal Al-Islamy (PPMU), dengan wajah bersih dan hati yang khusyuk, melangkah ringan menuju majelis ilmu, membawa harapan yang mengembang di dada. Ini adalah pagi kelima di bulan Ramadan, di mana setiap embusan napas menjadi dzikir, setiap langkah menuju ilmu adalah ibadah, dan setiap kata yang didengar adalah bekal perjalanan yang tak bertepi.

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan yang terus berdenyut, manusia tak pernah benar-benar sendiri—ia selalu terhubung dalam simpul muamalah yang mengikat sesama. Setiap transaksi, setiap pertukaran, setiap perjanjian adalah napas yang menghidupkan peradaban. Seperti air yang mengalir tanpa henti, muamalah meresap ke dalam sendi kehidupan, dari pasar-pasar kecil di sudut kampung hingga perdagangan besar yang melintasi samudra. Ia adalah denyut yang tak terlihat, tetapi tanpanya, roda kehidupan akan macet di persimpangan.

Teduh

Oleh Bah Asmul (Tim Redaksi)

Hari kelima Ramadan adalah perahu yang mulai menjauh dari dermaga. Gelombang lapar dan dahaga masih beriak, tetapi dayung kesabaran telah menemukan ritmenya. Jika hari pertama adalah kejutan, dan hari kedua hingga keempat adalah adaptasi, maka hari kelima ini adalah perlintasan menuju ketenangan—seperti embun yang mulai terbiasa jatuh ke dedaunan tanpa takut hilang diterpa mentari.

Puasa adalah samudra luas, dan manusia adalah nelayan yang menebar jala kesabaran. Di siang yang terik, kerongkongan mungkin kering, tetapi di kedalaman jiwa, ada mata air yang tak pernah surut: keikhlasan. Lapar bukan sekadar kosongnya perut, tetapi ruang bagi kesadaran untuk tumbuh. Seperti tanah yang merindukan hujan agar subur, kita pun membiarkan diri menahan demi mengerti makna cukup. Dalam diamnya, puasa adalah dialog paling jujur antara manusia dan dirinya sendiri, antara nafsu dan kehendak luhur, antara dunia dan keabadian.

Keberkahan

Oleh Seha (Tim Redaksi)

Cipadung - Apakah yang membuat hati menjadi tenang? Apakah yang menjadikan harta lebih bermakna? Di balik kepemilikan dan kelimpahan, ada satu hal yang sering terlupa—bahwa setiap rezeki yang kita genggam, sejatinya bukanlah milik kita sepenuhnya. Ada hak orang lain di dalamnya, ada amanah yang harus ditunaikan.

Di bawah langit pesantren yang teduh, di antara dinding-dinding yang menyimpan ribuan doa, suara Novia, Ketua Dewan Santri Putri, menggema dengan penuh makna. Ia berdiri di hadapan para santri, menyampaikan sesuatu yang bukan sekadar hukum, tetapi juga cahaya. Tentang zakat, tentang ibadah yang tidak hanya menyucikan harta, tetapi juga membersihkan hati.

"Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk." (QS. Al-Baqarah: 43)

04 Maret 2025

Fajar

Oleh Salman (Tim Redaksi)

Cipadung - Seperti embun yang menetes dari dedaunan di pagi buta, ilmu pun mengalir ke dalam jiwa-jiwa yang haus akan kebenaran. Di Majelis Baru, sebutan aula Pondok Pesantren mahasiswa Universal Al-Islamy (PPMU), fajar bukan sekadar pergantian waktu, melainkan permulaan bagi penjelajahan ilmu yang menyentuh relung hati terdalam. 

Pada Selasa, 4 Maret 2025, bertepatan dengan 4 Ramadhan 1446 H, setelah shalat Subuh yang khusyuk, para santri berkumpul dalam keheningan yang penuh harap. Mereka datang bukan hanya membawa diri, tetapi juga hati yang rindu akan ilmu. Dalam suasana yang sarat ketenangan, Abi Tatang mengambil tempatnya di hadapan para santri, siap menuntun mereka mengarungi samudra fiqih muamalah.

Adab

Oleh Abi Tatang (Ketua Dewan Pengasuh PPMU)

Di tengah riuhnya kegelisahan yang menyelimuti negeri, tagar “Indonesia Gelap” dan “Kabur Aja Dulu” bukan sekadar seruan, melainkan refleksi dari ketidakpastian zaman. Kita dihadapkan pada dilema: menyerah pada ketakutan atau bangkit dengan harapan baru. Keadaan yang tak menentu ini menuntut kita untuk berpikir jernih, bertindak bijak, dan menemukan jalan keluar yang tidak hanya bersifat individual, tetapi juga kolektif demi masa depan yang lebih baik. Lantas, ke mana langkah kita selanjutnya?

Kita tak bisa menutup mata bahwa ada yang merasa harapan mulai meredup. Bahwa realitas ekonomi, sosial, dan keadilan tak selalu berpihak pada yang lemah. Janji-janji yang pernah dilantunkan begitu manis, kini seakan menguap, berganti dengan gelombang PHK, peluang yang semakin sempit, dan ketidakpastian yang menganga. Dalam situasi seperti ini, sebagian memilih untuk pasrah, sebagian yang lain berpikir untuk "kabur".

Cahaya

Oleh Salman (Tim Redaksi)

Cipadung - Seperti matahari yg perlahan menyingsing, mengusir gelapnya malam, ilmu pun menyinari hati yg mendamba pemahaman. Di pagi yg masih berselimut sejuk, Majelis Baru, sebutan untuk aula Pondok Pesantren Mahasiswa Universal Al-Islamy (PPMU), menjadi tempat di mana cahaya ilmu muamalah mulai berpendar, menembus relung-relung jiwa yg haus akan kebenaran.

Selasa, 4 Maret 2025, selepas Subuh yg menenangkan itu, para santri duduk dalam lingkaran ilmu. Tak ada yg lebih berharga bagi mereka selain meneguk hikmah dari sang guru, Abi Tatang, panggilan akrab Dr. KH. Tatang Astarudin. Pengajian bukan hanya rutinitas, tetapi sebagai perjalanan menuju pemahaman yg lebih kaya tentang bagaimana manusia harus berinteraksi dg sesamanya dan dg Allah SWT.

03 Maret 2025

Berkah

Oleh Salman (Tim Redaksi)

Cipadung - Ramadhan itu seperti hujan pertama setelah kemarau panjang—membasahi jiwa yang haus, menyejukkan hati yang kering. Namun, seberapa sering kita benar-benar merasakan kesegarannya? Atau jangan-jangan, kita hanya berdiri di pinggir hujan, enggan basah, sekadar menonton berkah itu lewat?

Di Pondok Pesantren Mahasiswa Universal (PPMU), malam itu tak seperti biasanya. Langit masih menyisakan jejak jingga di ufuk barat, seolah enggan beranjak dari hari yang penuh berkah. Santri-santri duduk bersila dalam majelis, membentuk lingkaran yang hangat. Aroma tanah basah dari hujan sore bercampur dengan wangi teh hangat yang tersaji di sudut ruangan. Semua mata tertuju pada satu sosok di depan—Kang Wawa, Ketua Dewan Santri yang baru.

Dengan suara teduh, ia bertanya, “Mengapa Ramadhan disebut lebih baik dari seribu bulan?”

Boros

Oleh Arief (Koordinator LPBI NU Kota Bandung)

Pada bulan Ramadhan, sejatinya, kita dididik untuk bisa makan dan minum secara wajar dan proporsional. Hal ini tentunya, jika benar-benar dijalankan dengan baik akan memberikan dampak positif dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk aspek lingkungan. Ramadan pada dasarnya mengajarkan umat muslim tentang hidup sederhana dan bersahaja. Namun, secara faktual benarkah demikian?

Dari data yang dikeluarkan dinas lingkungan hidup kota di berbagai daerah, ternyata sampah meningkat rata-rata per hari 20 persen yang di dominasi sampah sisa makanan dan selebihnya sampah plastik. Fakta ini yang rasanya rumit dijelaskan dan diuraikan antara spirit Ramadhan yang mengajarkan kesederhanaan dengan pemborosan dan kesia-siaan yang realitasnya terjadi di tengah-tengah masyarakat. 

Munajat

Oleh Aang (Tim Redaksi)

Cipadung - Sholat itu seperti mercusuar di tengah lautan gelap. Ia adalah cahaya yang menuntun, menjaga agar manusia tidak terombang-ambing dalam arus kehidupan. Namun, cahaya itu tidak akan menerangi jika lampunya redup, jika hatinya kosong, jika rukunnya sekadar gerakan tanpa makna. Pagi itu, saat embusan angin subuh menyelinap ke jendela, para santri Pesantren PPMU duduk bersila, membuka lembar demi lembar kitab Sulamul Munajat, mencari jalan agar sholat mereka tak sekadar menjadi rutinitas, tetapi benar-benar menjadi tameng dari maksiat.

Di bawah cahaya lampu yang temaram, hamparan karpet merah menjadi saksi kesungguhan mereka. Ada yang duduk tegap dengan mata berbinar penuh perhatian, ada yang sesekali mengusap kantuk, namun tetap bertahan. Pukul 05.23 WIB, kajian dimulai, dibimbing langsung oleh K.H. Deden Rohidin, seorang guru yang suaranya tenang namun menusuk ke relung hati.

Sahur Ketiga

Oleh Bah Asmul (Tim Redaksi)

Di malam yang masih pekat, ketika dunia masih terlelap dalam diam, ada kehidupan yang perlahan menyala. Seperti cahaya lilin yang menembus kegelapan, sahur hadir bukan sekadar sebagai waktu makan, tetapi sebagai jeda kecil yang penuh makna. Di meja-meja sederhana, ada tangan yang meraih sendok dengan mata yang masih berat, ada doa-doa yang meluncur lirih dari bibir yang kering, dan ada lampu-lampu yang menyala di sudut rumah, memberi isyarat bahwa kebersamaan sedang dirayakan dalam sunyi.

Sahur bukan hanya soal mengisi perut sebelum fajar. Ia adalah ritual yang menghadirkan kasih dan perhatian dalam bentuk yang paling sederhana. Seorang ibu bangun lebih awal, memastikan ada sesuatu yang tersaji di meja. Seorang ayah mengecup kepala anak-anaknya yang masih terkantuk, mengingatkan mereka bahwa puasa bukan hanya tentang menahan lapar, tapi juga tentang belajar mengendalikan diri. Di sudut lain, seseorang duduk sendiri, meneguk segelas air dengan keheningan yang menggigit, diiringi kesadaran bahwa rezeki yang ada di hadapan adalah anugerah yang tak boleh disia-siakan.

Cahaya

Oleh Aang (Tim Redaksi)

Cipadung - Seperti lilin yang menyala dalam gelap, ilmu adalah cahaya yang menuntun langkah manusia. Di sebuah sudut malam yang syahdu, di antara desir angin yang menyelinap di celah-celah jendela pesantren, sekelompok santri duduk bersila, meresapi setiap butir hikmah yang mengalir dari kitab yang mereka kaji. Malam itu, tanggal 2 Maret 2025, mereka tidak sekadar belajar, tetapi menyelami makna kehidupan dalam kajian kitab Adab Kasab wa Al-Ma’asy di Pesantren PPMU, Cibiru, Jawa Barat.

Lampu-lampu temaram di ruang kajian bagaikan bintang yang bertaburan di langit malam, memberi kehangatan bagi jiwa-jiwa yang haus akan ilmu. Karpet merah terhampar rapi, menjadi saksi bagi perjalanan para pencari hikmah. Di hadapan mereka, Dr. KH. Tatang Astarudin yang biasa disapa Abi Tatang duduk dengan tenang, menyampaikan petuah-petuahnya dengan kelembutan yang penuh ketegasan.

Asah

Oleh Bah Asmul (Tim Redaksi)

Menulis adalah laku menghidupkan pikiran, merawat ingatan, dan menyalakan cahaya pemahaman. Setiap kata yang kita torehkan bukan sekadar rangkaian huruf, tetapi jejak keberadaan—denyut kehidupan yang abadi. Dalam setiap kalimat, kita membangun narasi yang merekam zaman, mencerminkan pemikiran, dan menjembatani pengalaman dengan pemahaman.

Menulis setiap hari bukan soal bakat semata, melainkan soal disiplin, keberanian, dan kejujuran dalam menangkap realitas. Tanpa latihan, pena akan tumpul, pikiran akan mandek, dan suara kita akan menghilang dalam riuh dunia yang terus bergerak. Menulis adalah upaya untuk tetap hadir—menyuarakan kegelisahan, membingkai pengalaman, dan menggali hikmah yang mungkin luput dari perhatian.

Ikhtiar

Oleh Alif (Tim Redaksi)

Cipadung - Pernahkah kita merasa takut untuk melangkah? Pagi itu, udara masih dingin ketika langkah-langkah santri mulai memenuhi halaman Pondok Pesantren Mahasiswa Universal (PPMU). Langit di ufuk timur masih berwarna jingga samar, sementara embusan angin membawa aroma embun yang masih segar di dedaunan. Suasana syahdu seolah menjadi saksi perjalanan ilmu yang akan dimulai.

Di dalam aula utama, para santri sudah memenuhi tempat duduk. Ada yang duduk bersila dengan kitab kecil di tangan, ada pula yang mencatat dengan tekun. Cahaya lampu berpendar lembut, menciptakan suasana yang begitu khidmat. Di depan mereka, berdiri seorang lelaki bersorban putih dengan jubah bersih yang menjuntai. Abi Tatang, panggilan akrab Dr. KH. Tatang Astarudin, melangkah pelan menuju podium, pandangannya teduh namun penuh wibawa. Sebuah pertanyaan menggantung di udara, bukan dalam kata-kata, tapi dalam sorot matanya

Istiqomah

Oleh Alif (Tim Redaksi)

Cipadung - Apakah semangat itu bisa bertahan hingga akhir? Malam kedua Ramadhan merayap perlahan, membawa keheningan yang syahdu ke Pondok Pesantren Mahasiswa Universal (PPMU). Cahaya lampu berpendar lembut, menerangi wajah-wajah santri yang duduk bersila di Majelis Utama. Udara malam mengalir pelan melalui jendela, seakan membawa pesan dari langit bahwa ibadah ini bukan sekadar ritual, tetapi perjalanan spiritual.

Di tengah keheningan itu, langkah yang dinanti akhirnya terdengar. Kang Rehan, mantan Ketua Dewan Santri yang namanya masih bergema dalam obrolan santri karena kebijaksanaan dan keteladanannya, melangkah ke mimbar. Dengan senyum khasnya, ia menyapu pandangannya ke seluruh ruangan, memastikan setiap santri menyimak dengan saksama.

Gerak

Oleh Nurul, Seha, dan Salman (Tim Redaksi)

Cipadung - Langit sore mulai berwarna jingga di atas Pondok Pesantren Mahasiswa Universal (PPMU). Angin berhembus lembut, membawa aroma khas tanah yang mulai mendingin. Di dalam pesantren, kesibukan tak kunjung reda. Para santri berlalu lalang, sibuk dengan persiapan. Ramadan semakin dekat, dan meski kepastian awal puasa belum diumumkan oleh Kementerian Agama, semangat mereka tak surut.

Rasa gundah memang ada. Ketidakpastian selalu melahirkan kegelisahan. Namun, seperti ombak yang tak henti menerjang pantai, mereka memilih untuk tetap bergerak. Ketua Dewan Santri Putri, Novia, bersama timnya, telah menetapkan daftar imam tarawih berdasarkan kriteria yang ketat. "Kami memilih berdasarkan kefasihan bacaan dan keteladanan dalam keseharian," ujarnya ketika diwawancarai. Keputusan ini diambil dengan penuh pertimbangan, memastikan setiap rakaat tarawih nanti dipimpin oleh mereka yang benar-benar layak.

Tarawih

Oleh Alif dan Aang (Tim Redaksi)

Cipadung - Langit malam di Pondok Pesantren Mahasiswa Universal (PPMU) tampak mendung. Awan-awan kelabu menggantung berat, seolah ikut merenungi makna malam pertama Ramadan. Udara dingin menyelinap di antara bilik-bilik kobong, menusuk hingga ke tulang. Namun, langkah para santri tetap tegap. Dengan sarung terlipat rapi dan peci terpasang di kepala, mereka berduyun-duyun menuju majelis untuk melaksanakan sholat tarawih pertama.

Mendung di langit tak mengurangi semangat mereka. Di dalam majelis, suasana terasa lebih syahdu. Hanya suara pelan dari langkah kaki yang terdengar, bercampur dengan bisikan doa-doa lirih. Sebelum sholat dimulai, Ustaz Dikdik Solehudin menyampaikan kultum singkat. Kata-katanya seperti cahaya di balik awan, menembus hati yang bersiap menjalani Ramadan. "Tarawih bukan hanya tentang banyaknya rakaat," ucapnya lembut, "tapi tentang bagaimana hati kita berjalan lebih dekat kepada Allah." Para santri terdiam, merenungi setiap kata yang terucap.

Sahur Pertama

Oleh Fina dan Rika (Tim Redaksi)

Cipadung - Dini hari masih berbalut keheningan saat suara alarm mulai menggema dari berbagai sudut kamar. Beberapa santri terbangun dengan mata yang masih berat, sementara yang lain menggeliat enggan meninggalkan kasur. Namun, di antara kantuk yang belum luruh, ada senyum yang tersungging di wajah-wajah mereka—ini adalah sahur pertama di pondok, momen yang selalu dinanti, meski tak pernah mudah dijalani.

"Akhirnya, kita sahur bareng lagi di pondok!" seru seorang santri sambil merapikan selimutnya. Sebuah kalimat sederhana, tapi sarat makna. Setelah berbulan-bulan menikmati kenyamanan rumah, kini mereka kembali ke kebersamaan yang tak kalah hangat—persaudaraan di pondok pesantren.

Kemenangan

Oleh Gina, Novia, dan Rija (Tim Redaksi)

Cipadung - Malam merayap perlahan di Pondok Pesantren Mahasiswa Universal (PPMU), membiarkan sunyi menyelimuti aula utama. Namun, di dalamnya, ada denyut kehidupan yang tak biasa. Sejumlah santri duduk melingkar, mata mereka tajam, telinga mereka siaga. Hening itu bukan tanpa alasan, melainkan awal dari sebuah perdebatan panjang—sebuah pertarungan gagasan yang akan menentukan siapa pemimpin mereka selanjutnya.

Seperti fajar yang perlahan mengusir kegelapan, suasana aula pun berubah. Sunyi digantikan gemuruh suara santri yang saling bersahutan. Debat yang awalnya tenang mulai memanas, menggiring emosi ke titik puncaknya. Para kandidat berdiri tegak, berhadapan dengan panelis yang mengajukan pertanyaan tajam. "Apa program unggulan yang akan kalian jalankan jika terpilih?" suara itu menggema, menguji kesiapan mereka. Jawaban demi jawaban meluncur, ada yang lugas, ada yang diplomatis, ada pula yang mengundang sorakan dukungan.

02 Maret 2025

Pemimpin

Oleh Bah Asmul (Tim Redaksi)

Cipadung - Langit masih gulita ketika para santri Pondok Pesantren Mahasiswa Universal Al-Islamy (PPMU) bergegas menuju Majelis Baru. Udara Subuh Maret 2025 menyelinap di sela kain sarung mereka, menambah dingin yang menusuk. Tapi langkah mereka tetap tegap, bukan hanya karena panggilan ibadah, melainkan karena kajian yang akan menghidupkan kesadaran: apa arti kepemimpinan dalam Islam?

Abi Tatang, Ketua Dewan Pengasuh PPMU, membuka kajian dengan sebuah pertanyaan yang lebih tajam dari pedang: "Apa yang membuat seseorang layak disebut pemimpin?" Sejenak sunyi. Lalu, di tengah hening yang sarat makna, ia menjelaskan bahwa kepemimpinan bukan sekadar gelar atau kuasa. Pemimpin sejati adalah mereka yang mampu menaklukkan dirinya sendiri sebelum memimpin orang lain. Seperti puasa yang bukan hanya menahan lapar, tetapi juga melatih kesabaran, keteguhan, dan kesadaran diri.