Oleh Arief (Koordinator LPBI NU Kota Bandung)
Pada bulan Ramadhan, sejatinya, kita dididik untuk bisa makan dan minum secara wajar dan proporsional. Hal ini tentunya, jika benar-benar dijalankan dengan baik akan memberikan dampak positif dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk aspek lingkungan. Ramadan pada dasarnya mengajarkan umat muslim tentang hidup sederhana dan bersahaja. Namun, secara faktual benarkah demikian?Dari data yang dikeluarkan dinas lingkungan hidup kota di berbagai daerah, ternyata sampah meningkat rata-rata per hari 20 persen yang di dominasi sampah sisa makanan dan selebihnya sampah plastik. Fakta ini yang rasanya rumit dijelaskan dan diuraikan antara spirit Ramadhan yang mengajarkan kesederhanaan dengan pemborosan dan kesia-siaan yang realitasnya terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Di kota Kabupaten daerah Jawa Barat, rata-rata per hari penambahan sampah yang dihasilkan bisa mencapai 70 ton (70.000 kg) yang di dominasi sampah makanan. Asumsi biaya produksi membuat makanan tersebut Rp. 10.000 per kg, maka uang yang terbuang menjadi tumpukan sampah selama satu bulan per kota Kabupaten adalah Rp. 21.000.000.000. Hal ini belum diperhitungkan dengan biaya pengolahan sampah yang harus dikeluarkan.
Bukan saja dari sisi biaya yang terbuang percuma, tetapi ada hal lain yang jauh lebih penting untuk mendapat perhatian khusus kita semua, adalah telah terbuangnya sekian banyak air dan energi yang terkandung dalam makanan sisa tersebut. Sementara ke depan, kita akan menghadapi krisis energi, air dan pangan. Salah satu dari tujuan syariah (Maqoshid Syariah) adalah menjaga keturunan. Adapun air, pangan dan energi niscaya adalah kebutuhan dasar yang harus ada untuk keberlangsungan hidup generasi yang akan datang. Hal lain, gas metan yang dihasilkan dari sisa makanan menyisakan jejak emisi yang memberikan kontribusi terhadap pemanasan bumi secara signifikan. Gas metan usianya memang tidak selama CO2, tetapi memberikan dampak rumah kaca yang sangat kuat dengan daya pemanasan melebihi CO2.
Kita pahami bersama bahwa dalam satu kesatuan ekosistem, apa yang terjadi secara lokal akan terhubung dan berdampak secara global. Sisa makanan akibat perilaku boros, bukan hanya menyakitkan daerah lain yang kekurangan pangan, akan tetapi efek panas dan perubahan iklim yang terjadi akan dirasakan secara universal oleh semua manusia, tanpa melihat keyakinan dan agamanya. Jika pola perilaku konsumtif berlebihan umat Islam dalam menjalankan ibadah puasa tidak segera dirubah, maka secara langsung maupun tidak langsung spirit Islam sebagai agama Rahmatan Lil Alamin (Rahmat Untuk Seluruh Alam) akan tertutupi oleh perilaku umatnya. Sebaliknya, agama Islam akan dipersepsikan negatif dan disalah-pahami, sebagai agama yang dianggap menjadi teror terhadap iklim dan lingkungan.
Teladan Nabi dan Moderasi Ibadah Ramadan
Dari penjelasan dan uraian diatas, betapa besarnya dampak lingkungan yang terjadi, jika kita tidak bisa melakukan penataan ulang pola hidup konsumtif di bulan Ramadhan, khususnya dalam menyiapkan menu dan jumlah makanan yang pada akhirnya hanya menjadikan sisa makanan sebagai tumpukan sampah. Perlu ada sentuhan moderasi beragama yang mengajarkan keseimbangan (tawasuth) dalam perilaku ibadah di bulan Ramadhan dengan merujuk pada pesan-pesan agama yang ada, sehingga tidak mengganggu keseimbangan ekologis walaupun hal ini tidak dicantumkan secara eksplisit dalam pilar atau indikator moderasi beragama yang digagas kemenag RI. Adapun Pilar dan indikator yang dimaksud adalah sebagai berikut :
(1) Kemanusiaan,
(2) Kemaslahatan Umum,
(3) Adil,
(4) Berimbang,
(5) Taat Konstitusi,
(6) Komitmen Kebangsaan,
(7) Toleransi,
(8) Anti Kekerasan,
(9) Penghormatan kepada Tradisi
Sungguh disayangkan dalam sembilan pilar moderasi beragama diatas, aspek menjaga kelestarian lingkungan atau ekologi tidak menjadi bagian darinya. Hal ini menunjukan bahwa pelestarian lingkungan hidup belum dianggap penting dalam konsep moderasi beragama, padahal diluar topik pembahasan saat ini, banyak sekali prosesi ibadah yang perlu adanya pemahaman yang moderat agar tidak merusak iklim dan lingkungan, seperti penggunaan kemasan plastik diatas rata-rata yang merugikan lingkungan saat prosesi ibadah kurban, tata cara bersuci yang hemat air, pembangunan tempat ibadah yang tidak mengganggu keberadaan ruang terbuka hijau dan yang lainnya.
Kembali ke topik pembahasan utama terkait perilaku ibadah di bulan Ramadhan. Sebenarnya Nabi Muhamad telah memberikan petunjuk tata cara makan yang baik, yaitu makanlah saat lapar dan berhentilah sebelum kenyang. Hal ini secara tersirat memberikan gambaran, bahwa dalam makanpun ada pembatasan. Kemudian Nabi Muhamad menjelaskan juga bahwa saat makan sepertiga perut kita buat makanan, sepertiga buat minuman dan sepertiga buat nafas. Dalam hal ini, ada jumlah porsi makanan yang proporsional untuk bisa dikonsumsi disesuaikan dengan kapasitas tubuh kita untuk secara wajar bisa menerimanya. Dari dua petunjuk Nabi tersebut, bahwa kita diminta makan dan minum secukupnya sehingga konsekuensi logisnya bahwa dalam menyiapkan menu makananpun sedapat mungkin harus sewajarnya, tidak berlebih, dan tidak bersisa.
Ketika berbuka puasa, Nabi cukup dengan seteguk air dan beberapa buah kurma yang cukup memberikan kekuatan atau energi untuk melakukan aktivitas lainnya. Berbeda dengan kita, yang saat berbuka, segala macam makanan tersedia dan seringkali tidak termakan dan akhirnya terbuang sia-sia.
Dalam metode pengelohan sampah atau limbah secara modern, yaitu dengan konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle) langkah awal yang harus dilakukan adalah mereduksi atau mengurangi potensi sampah dari sumber utamanya, yaitu rumah kita sendiri. Dan Rasulullah telah berhasil melakukan itu dengan pola dan aturan makan seperti penjelasan diatas
Diluar bulan Ramadhan saja, Rasulluloh hampir tiap hari puasa dan jarang sekali memiliki makanan di rumahnya. Kemudian dengan ditunjang dengan pola makan secukupnya, kecil sekali kemungkinan ada sampah sisa makanan dari rumah beliau. Belum lagi perilaku sosial Nabi yang senang berbagi dengan tetangganya.
Jika saja ada makanan, tidak langsung di santap, tetapi Nabi memastikan dulu bahwa tidak ada tetangganya yang kelaparan atau kekurangan makanan untuk kemudian makanan tersebut dibagikan ke tetangga yang kelaparan tersebut.
Memang pada saat bulan Ramadhan, terjadi perputaran ekonomi yang tinggi dikarenakan tingginya tingkat pembelian masyarakat yang bisa meningkatkan penghasilan pelaku UMKM, tetapi jika perilaku konsumtif terlalu berlebihan dan menghasilkan pemborosan sia-sia, maka hal itu yang sangat dilarang dan bertentangan dengan konsep moderasi beragama yang saat ini menjadi salah satu program kementrian agama. Bahkan menurut Al Quran, hal tersebut, disamakan dengan saudara setan.
Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya." (QS. Al Isra: 27).
Demikian juga pada bulan Ramadhan, ada kecenderungan orang untuk ingin berbagi dengan sesamanya, akan tetapi Allah-pun melarang secara berlebihan dan tidak proporsional jika pada akhirnya hanya menyebabkan kemubaziran tak berguna. Hal ini sesuai dengan Al Quran, surat Al An'am ayat 141 sebagai berikut :
Dialah yang menumbuhkan tanaman-tanaman yang merambat dan yang tidak merambat, pohon kurma, tanaman yang beraneka ragam rasanya, serta zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak serupa (rasanya). Makanlah buahnya apabila ia berbuah dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya. Akan tetapi, janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
Refleksi Ramadan
Bulan Ramadhan dimana pahala dilipat gandakan, ternyata berbanding lurus dengan kenaikan jumlah sampah yang dihasilkan. Ramadhan dimana kita harus berupaya mengurangi sampah dan kotoran yang masih melekat dalam hati kita, tetapi justru menambah sampah dan kotoran kepada bumi yang kita pijak ini. Di bulan Ramadhan, hati manusia menjadi suci, tetapi bumi ini semakin kotor dan tercemari. Pada bulan Ramadhan, kita dianjurkan mengurangi beban pekerjaan orang lain, akan tetapi dengan bertambahnya jumlah sampah, justru menambah beban petugas kebersihan. Di bulan Ramadhan yang seharusnya melatih kepekaan terhadap derita orang yang kelaparan, tetapi dengan pemborosan yang kita lakukan, malah akan memberikan dampak krisis pangan dan kelaparan di masa yang akan datang.
Ada sebuah candaan satir sebagai berikut, bahwa pada saat malam qadar, para Malaikat akan turun ke bumi untuk mengalirkan keberkahan dan rahmat Tuhan, tetapi sesampainya di bumi, malaikat mengurungkan niatnya, karena di bulan Ramadhan ini, ternyata bumi semakin bau sampah dan udara semakin panas karena polusi gas metan, akhirnya para Malaikat kembali lagi ke langit karena tidak tahan.
Bulan Ramadhan sebentar lagi akan berakhir. Kegembiraan menyelimuti kaum muslimin yang akan merayakan hari kemenangan, namun juga kesedihan karena kita akan meninggalkan bulan yang penuh berkah ini.
Dalam sebuah hadits yang masyur:
Sekiranya umatku ini mengetahui apa-apa (kebaikan) di dalam bulan Ramadhan, niscaya mereka menginginkan agar tahun semuanya itu menjadi Ramadhan." (HR Ibnu Abbas)
Suatu ketika Rasulullah pernah menyampaikan, jika malam terakhir bulan Ramadhan tiba, menangislah langit, bumi, dan para malaikat karena musibah menimpa umat Muhammad SAW. Lantas sahabat bertanya tentang musibah apa yang akan menimpa mereka. Rasulullah menjawab: "Perginya bulan Ramadhan, karena di bulan Ramadhan itu semua diijabah, semua sedekah diterima, semua kebaikan dilipatgandakan pahalanya dan siksa ditolak (dihentikan),"
Orang Shaleh bersedih karena akan meninggalkan bulan Ramadhan yang begitu penuh dengan kebaikan, tetapi benarkah bumi dan langit ikut bersedih ketika meninggalkan bulan Ramadhan ini, seperti yang disampaikan Nabi pada hadits diatas? Atau justru bergembira karena beban tanah bumi untuk mengurai sampah berkurang kembali. Beruntung hanya satu bulan saja orang berpuasa, bagaimana jika dua belas bulan, tentu beban bumi akan semakin berat.
Meninggalkan bulan Ramadhan, orang Shaleh bersedih karena kehilangan keberkahan amal, dan setanpun bersedih karena kehilangan sahabat untuk melakukan aksi pemborosan. Orang Shaleh dan setan sama-sama bersedih.
Lalu kita ada di posisi yang mana?***
==========
Diambil dari buku: Aksi Lingkungan dan Perdamaian Dunia
(Cara Cepat Merajut Kerukunan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar