14 Maret 2025

Kemuliaan

Oleh Aang (Tim redaksi) 

Cipadung - Di bawah langit Ramadan yang bersih, di mana bintang-bintang berkelip seolah ikut bertasbih, santri-santri Pondok Pesantren Mahasiswa Universal (PPMU) berkumpul di Majelis Baru. Suasana malam itu terasa begitu khidmat, dihiasi lantunan ayat suci Al-Qur’an yang mengalun lembut sebelum kultum dimulai. Malam itu, Kamis, 13 Maret 2025, setelah salat Isya, seorang pengajar muda yang karismatik, Kang Seha, berdiri di hadapan para santri. Wajahnya berseri dalam balutan busana putih yang rapi, mencerminkan keteduhan ilmu yang akan ia bagikan. Dengan suara yang penuh ketenangan, ia memulai ceramahnya yang bertajuk Menyambut Lailatul Qadar.

"Lailatul Qadar bukan sekadar malam penuh keberkahan, tapi ia adalah kesempatan emas yang Allah berikan kepada hamba-Nya untuk mendekat, memperbaiki diri, dan meraih kemuliaan sejati," ujar Kang Seha dengan nada lembut namun penuh makna. "Malam ini lebih baik daripada seribu bulan, namun jangan sampai kita hanya terfokus pada pencariannya tanpa memperbaiki kualitas ibadah kita sehari-hari."

Para santri mendengarkan dengan saksama. Ada yang mengangguk paham, ada pula yang tampak larut dalam perenungan. Kata-kata Kang Seha menggugah kesadaran mereka, mengingatkan bahwa Lailatul Qadar bukan hanya sekadar fenomena malam istimewa, tetapi juga tentang transformasi diri.

Salah seorang santri, yang duduk di barisan depan, berbisik kepada temannya, "Ceramah ini menyentuh sekali. Rasanya seperti diingatkan kembali bahwa Ramadan bukan hanya soal menanti malam penuh berkah, tapi bagaimana kita bisa berubah menjadi lebih baik."

Kang Seha melanjutkan ceramahnya dengan menjelaskan tanda-tanda orang yang berhasil meraih kemuliaan Lailatul Qadar. "Ia adalah orang yang, setelah Ramadan berlalu, menjadi lebih baik dalam amal dan ibadahnya. Ia lebih sabar, lebih ikhlas, dan semakin mendekat kepada Allah. Karena hakikat dari malam itu bukan hanya keberkahan sesaat, tapi keberlanjutan perubahan dalam diri kita."

Malam itu, suasana semakin syahdu. Beberapa santri menundukkan kepala, merenungi perjalanan spiritual mereka selama Ramadan. Adakah sudah cukup ibadah mereka? Sudahkah mereka menjalani bulan suci ini dengan kesungguhan hati?

Sebelum menutup ceramahnya, Kang Seha mengajak para santri untuk memanfaatkan sisa Ramadan dengan penuh kesadaran. "Jangan tunggu nanti, jangan tunda untuk berubah. Jika kita ingin mendapatkan Lailatul Qadar, mulailah dari sekarang. Bersihkan hati, perbanyak ibadah, dan pastikan kita melangkah menuju kebaikan tanpa kembali ke kebiasaan lama yang merugikan."

Doa bersama pun dipanjatkan, memenuhi ruangan dengan harapan dan ketulusan. "Ya Allah, berikanlah kami kesempatan untuk meraih malam penuh kemuliaan, dan jadikanlah kami hamba-Mu yang lebih baik dari hari ke hari."

Ketika santri-santri meninggalkan majelis, ada sesuatu yang berbeda dalam langkah mereka. Ada cahaya optimisme, ada semangat baru untuk lebih giat dalam ibadah. Malam itu bukan hanya tentang ceramah, tetapi tentang kesadaran yang tumbuh di dalam hati mereka. Ramadan masih berjalan, dan kesempatan untuk berubah masih terbuka lebar.

Malam Ramadan yang cerah itu telah menjadi saksi, bagaimana satu ceramah mampu mengetuk hati, menghidupkan harapan, dan menanamkan tekad untuk terus berusaha menjadi insan yang lebih baik.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar