Oleh Bah Asmul (Tim Redaksi)
Malam ini, kita telah sampai di malam ke-7 Ramadan. Sepekan sudah kita berpuasa, mengendalikan hawa nafsu, menata hati & mendekatkan diri kepada Allah. Namun, pertanyaannya: adakah cahaya Ramadan ini mulai menerangi jiwa kita? Ataukah kita masih berjalan dalam gelapnya kebiasaan lama?
Ramadan adalah madrasah, tempat kita menempa diri dalam sabar, ikhlas, dan kesadaran spiritual. Namun, di luar sana, dunia pendidikan kita menghadapi tantangan besar. Ilmu semakin mudah diakses, namun adab justru semakin luntur. Generasi muda disuguhi teknologi canggih, namun minim bimbingan moral. Pendidikan tidak cuma mengisi kepala dengan angka & teori, melainkan menanamkan kebijaksanaan & akhlak. Bagaimana mungkin ilmu bermanfaat jika ia terpisah dari iman?
Di sisi sosial, kita menyaksikan ironi: umat Islam semakin banyak, masjid semakin megah, namun solidaritas melemah. Ketika ada saudara seiman kelaparan, kita sibuk berdebat tanpa aksi. Ketika kemiskinan merajalela, kita malah berlomba pamer kemewahan. Padahal, Ramadan mengajarkan kita untuk "merasa": merasakan lapar agar peduli, merasakan haus agar berbagi. Jika Ramadan tidak mengubah kepedulian kita, maka kita cuma sekadar menahan lapar & dahaga.
Dari sisi keagamaan, kita dihadapkan pada dua fenomena: ada yang semakin dekat dengan Allah, tetapi ada pula yang menjauh. Sebagian menjadikan agama sebagai komoditas, menggunakannya untuk kepentingan duniawi. Padahal, agama bukan cuma identitas atau simbol, melainkan cahaya yang membimbing hati.
Malam ini, mari bertanya pada diri: apakah Ramadan ini telah menjadikan kita lbh baik? Ataukah kita masih berada di tempat yang sama? Jika Ramadan tidak mengubah kita, lalu kapan?
Wahai jiwa-jiwa yang merindukan cahaya, mari jadikan Ramadan ini sebagai titik balik. Mari teguhkan ilmu dengan iman, tegakkan keadilan dengan kasih sayang, dan hiduplah sebagai hamba yang membawa cahaya, bukan cuma utk diri sendiri, namun bagi semesta.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar