Oleh Nurul, Seha, dan Salman (Tim Redaksi)
Cipadung - Langit sore mulai berwarna jingga di atas Pondok Pesantren Mahasiswa Universal (PPMU). Angin berhembus lembut, membawa aroma khas tanah yang mulai mendingin. Di dalam pesantren, kesibukan tak kunjung reda. Para santri berlalu lalang, sibuk dengan persiapan. Ramadan semakin dekat, dan meski kepastian awal puasa belum diumumkan oleh Kementerian Agama, semangat mereka tak surut.Rasa gundah memang ada. Ketidakpastian selalu melahirkan kegelisahan. Namun, seperti ombak yang tak henti menerjang pantai, mereka memilih untuk tetap bergerak. Ketua Dewan Santri Putri, Novia, bersama timnya, telah menetapkan daftar imam tarawih berdasarkan kriteria yang ketat. "Kami memilih berdasarkan kefasihan bacaan dan keteladanan dalam keseharian," ujarnya ketika diwawancarai. Keputusan ini diambil dengan penuh pertimbangan, memastikan setiap rakaat tarawih nanti dipimpin oleh mereka yang benar-benar layak.
Di sisi lain, para santri lainnya tak kalah sibuk. Ada yang menggelar karpet di majelis, memastikan setiap lipatannya rapi. Ada yang memeriksa mikrofon, memastikan suara imam nanti terdengar jelas di seluruh penjuru ruangan. Beberapa santri bahkan mencetak teks doa, agar setiap makmum bisa lebih khusyuk dalam munajatnya. Tak ada yang berpangku tangan. Semua bergerak, bekerja dalam harmoni, seperti untaian tasbih yang tak putus dalam doa.
Di tengah kesibukan itu, suara Abi Tatang, sapaan akrab Dr. KH. Tatang Astarudin yang juga Ketua Dewan Pengasuh PPMU, menggema dalam benak mereka. "Terus bergerak, karena bergerak adalah ibadah. Gerak adalah tanda kita tidak menyerah." Kata-katanya seakan menjadi bahan bakar yang menjaga semangat para santri tetap menyala. Mereka sadar, Ramadan bukan sekadar bulan puasa. Ia adalah panggung ujian bagi kesabaran, kebersamaan, dan pengabdian.
Menjelang Maghrib, berita yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Kementerian Agama RI resmi mengumumkan bahwa 1 Ramadan 1446 H jatuh pada 1 Maret 2025. Seketika, rasa gundah yang sempat membayangi para santri lenyap. Seperti malam yang bergeser memberi tempat bagi fajar, hati mereka kini lebih tenang.
Tanpa menunggu lama, mereka bergegas menuju majelis baru. Langkah-langkah mereka menyatu, membawa semangat yang sama: menyambut Ramadan dengan penuh kesiapan. Sholat tarawih malam itu bukan hanya ritual pertama di bulan suci, tapi juga simbol dari tekad mereka untuk terus bergerak.
Ramadan bukan sekadar rutinitas tahunan. Ia adalah perjalanan spiritual yang seharusnya meninggalkan jejak di hati. Bagi para santri PPMU, jejak itu bukan sekadar doa yang dipanjatkan, tetapi juga gerak yang terus mereka lakukan—karena di setiap langkah dan keringat, ada keberkahan yang menanti.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar