Oleh Bah Asmul (Tim Redaksi)
Cipadung - Langit malam di Pondok Pesantren Mahasiswa Universal (PPMU) terasa berbeda. Udara lebih sejuk, angin bertiup pelan seakan membawa bisikan doa-doa yang baru saja dipanjatkan. Jumat, 28 Februari 2025, pukul 19.05 WIB, pemerintah mengumumkan awal Ramadan 1446 H. Tak lama kemudian, gema ayat suci melantun di Majelis Baru—nama aula pesantren itu. Para santri duduk bersila, menyimak kalimat demi kalimat yang mengalir dari lisan KH Dr. Tatang Astarudin, pengasuh pesantren. Malam itu, Ramadan dimulai bukan hanya sebagai bulan ibadah, tetapi sebagai sebuah perjalanan spiritual yang harus meninggalkan jejak.
Dalam ceramahnya, Abi Tatang, panggilan akrab KH Tatang Astarudin, menyampaikan ceramah yang menggugah. Ramadan, katanya, bukan hanya rutinitas tahunan yang berlalu begitu saja. Ia harus menjadi titik balik, sebuah kesempatan emas untuk memperbaiki diri. "Tak perlu menunggu kaya atau menjadi orang yang berilmu tinggi untuk berbagi," katanya. "Kebaikan selalu bisa dilakukan, sekecil apa pun." Kata-kata itu menyelinap ke dalam hati para santri. Ramadan bukan hanya tentang puasa dan shalat tarawih, tetapi juga tentang membangun cerita: kisah perubahan, perjuangan, dan pertumbuhan diri.